PENGENALAN INSEKTISIDA
(Laporan
Praktikum Ilmu Hama Tumbuhan Umum)
Oleh
Andi Irwansyah
1014121199
LABORATORIUM HAMA PENYAKIT TANAMAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2012
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pestisida secara umum diartikan sebagai
bahan kimia beracun yang digunakan untuk mengendalikan jasad penganggu yang merugikan kepentingan manusia. Dalam sejarah
peradaban manusia, pestisida telah cukup lama digunakan terutama dalam bidang kesehatan
dan bidang pertanian. Di bidang kesehatan, pestisida merupakan sarana yang
penting. Terutama digunakan dalam melindungi manusia dari gangguan secara
langsung oleh jasad tertentu maupun tidak langsung oleh berbagai vektor
penyakit menular. Berbagai serangga vektor yang menularkan penyakit berbahaya
bagi manusia, telah berhasil dikendalikan dengan bantuan pestisida. Dan berkat
pestisida, manusia telah dapat dibebaskan dari ancaman berbagai penyakit
berbahaya seperti penyakit malaria, demam berdarah, penyakit kaki gajah, tiphus
dan lain-lain.
Di bidang pertanian, penggunaan pestisida
juga telah dirasakan manfaatnya untuk meningkatkan produksi. Dewasa ini
pestisida merupakan sarana yang sangat diperlukan. Terutama digunakan untuk
melindungi tanaman dan hasil tanaman, ternak
maupun ikan dari kerugian yang ditimbulkan oleh berbagai jasad pengganggu.
Bahkan oleh sebahagian besar petani, beranggapan bahwa pestisida adalah
sebagai “dewa penyelamat” yang sangat vital. Sebab
dengan bantuan pestisida, petani meyakini dapat terhindar dari kerugian akibat
serangan jasad pengganggu tanaman yang terdiri dari kelompok hama, penyakit
maupun gulma. Keyakinan tersebut, cenderung memicu pengunaan pestisida dari
waktu ke waktu meningkat dengan pesat.
Insektisida adalah
bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga.
Insektisida dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, tingkah laku,
perkembangbiakan, kesehatan, sistem hormon, sistem pencernaan, serta aktivitas
biologis lainnya hingga berujung pada kematian serangga pengganggu tanaman.
Insektisida termasuk salah satu jenis pestisida.
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta
jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud
hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu,
penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus,
kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput,
tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Pestisida juga diartikan
sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan atau menstimulir
pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman.
B.
Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum kali ini adalah :
1.
Untuk mengenal pestisida
dan kegunaannya.
2.
Mengetahui informasi
tentang jenis-jenis insektisida dan bahan aktif
yang terdapat di dalam insektisida.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
Penggunaan
pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu (2.500 SM)
yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria. Sedangkan
penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuk timah
diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke-15. Kemudian
pada abad ke-17 nicotin sulfate yang diekstrak dari tembakau mulai digunakan
sebagai insektisida. Pada abad ke-19 diintroduksi dua jenis pestisida alami
yaitu, pyretrum yang diekstrak dari chrysanthemum dan rotenon yang diekstrak
dari akar tuba Derris eliptica. Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang
yang pertama kali mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi
fungsinya sebagai insektisida baru ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul
Hermann Muller pada tahun 1939 yang dengan penemuannya ini dia dianugrahi
hadiah nobel dalam bidang Physiology atau Medicine pada tahun 1948. Pada tahun
1940an mulai dilakukan produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan
diaplikasikan secara luas. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tahun 1940an
dan 1950an sebagai “era pestisida”. Penggunaan pestisida terus meningkat lebih
dari 50 kali lipat semenjak tahun 1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton
pestisida ini digunakan setiap tahunnya. Dari seluruh pestisida yang diproduksi
diseluruh dunia saat ini, terdapat 75% yang digunakan dinegara-negara
berkembang(Miller, 2004).
Pengendalian
organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dengan menggunakan pestisida banyak
dilakukan secara luas oleh masyarakat, karena pestisida mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan cara pengendalian yang lain, yaitu
antara
lain:
- dapat diaplikasikan secara mudah;
- dapat diaplikasikan hampir di setiap tempat dan waktu;
- hasilnya dapat dilihat dalam waktu singkat;
- dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dalam waktu singkat; dan
- dapat diaplikasikan secara mudah;
- dapat diaplikasikan hampir di setiap tempat dan waktu;
- hasilnya dapat dilihat dalam waktu singkat;
- dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dalam waktu singkat; dan
-
mudah diperoleh, dapat dijumpai di kios-kios pedesaan sampai pasar swalayan di
kota besar(Sutedjo, 2008).
Pestisida
tidak hanya berperan dalam mengendalikan jasad-jasad pengganggu dalam bidang pertanian
saja, namun juga diperlukan dalam bidang kehutanan terutama untuk pengawetan
kayu dan hasil hutan yang lainnya, dalam bidang kesehatan dan rumah tangga
untuk mengendalikan vektor (penular) penyakit manusia dan binatang pengganggu
kenyamanan lingkungan, dalam bidang perumahan terutama untuk pengendalian rayap
atau gangguan serangga yang lain. Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk
pengendalian jasad pengganggu tersebut adalah racun yang berbahaya, tentu saja
dapat mengancam kesehatan manusia. Untuk itu penggunaan pestisida yang tidak
bijaksana jelas akan menimbulkan efek samping bagi kesehatan manusia, sumber
daya hayati dan lingkungan pada umumnya. Dalam bidang pertanian pestisida
merupakan sarana untuk membunuh hama-hama tanaman. Dalam konsep Pengendalian
Terpadu Hama, pestisida berperan sebagai salah satu komponen
pengendalian(Haryono, 1996).
Pestisida
tidak hanya berperan dalam mengendalikan jasad-jasad pengganggu dalam bidang
pertanian saja, namun juga diperlukan dalam bidang kehutanan terutama untuk
pengawetan kayu dan hasil hutan yang lainnya, dalam bidang kesehatan dan rumah
tangga untuk mengendalikan vektor (penular) penyakit manusia dan binatang
pengganggu kenyamanan lingkungan, dalam bidang perumahan terutama untuk
pengendalian rayap atau gangguan serangga yang lain. Pada umumnya pestisida
yang digunakan untuk pengendalian jasad pengganggu tersebut adalah racun yang
berbahaya, tentu saja dapat mengancam kesehatan manusia. Untuk itu penggunaan
pestisida yang tidak bijaksana jelas akan menimbulkan efek samping bagi
kesehatan manusia, sumber daya hayati dan lingkungan pada umumnya. Dalam bidang
pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hama-hama tanaman. Dalam
konsep Pengendalian Terpadu Hama, pestisida berperan sebagai salah satu
komponen pengendalian (Semangun, Haryono. 1996).
Pestisida adalah bahan beracun yang
dapat membunuh semua mahluk hidup termasuk organisme bermanfaat seperti; musuh
alami, penyerbuk, pengurai, dan satwa. Seiring berjalannya waktu pestisida
dibagi menjadi : Fungisida, Insektisida, Bakterisida, dan Nematisida. Fungisida
adalah pestisida yang secara spesifik membunuh/menghambat jamur penyebab
penyakit. Fungisida dibagi menjadi tiga berdasarkan cara kerjanya, yaitu :
Fungisida non sistemik, fungisida sistemik, dan fungisida sistemik lokal(Mujim
Subli, 2007).
Pestisida
adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang
digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah
sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang
disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya
seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain
yang dianggap merugikan.
Berbagai metode telah digunakan untuk pengendalian hama
dan penyakit tanaman, yaitu meliputi :
(a) pemberlakuan
peraturan yang membatasi penyebaran bahan tanaman yang
terinfeksi
hama dan penyakit dari satu daerah ke daerah lain,
(b) penggunaan
praktik-praktik budidaya yang dapat menghindarkan tanaman dari
hama dan penyakit maupun mengurangi jumlah
inokulum patogen,
(c) penanaman cultivar tahan, dan
(d) penggunaan senyawa kimia untuk menyelamatkan tanaman dari
hama dan
penyakit. Keempat metode di atas merupakan aplikasi
dari empat prinsip
pengendalian hama
dan penyakit tanaman, yaitu eksklusi, eradikasi, resistensi,
dan proteksi
(Agrios, George W. 1996).
III. METODOLOGI
PERCOBAAN
A.
Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat
tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah 15 contoh pestisida (insektisida) beserta dengan nama dagang,
dosis, hama sasaran, dan bahan aktif yang termasuk didalamnya.
B. Cara Kerja
Adapun cara kerja dalam
praktikum pengenalan insektisida adalah sebagai berikut:
1.
Baca dan perhatikan
secara teliti semua informasi yang ada pada label kemasan fungisida yang
tersedia.
2.
Catat
dan susun informasi penting seperti :
a) Nama dagang dan formulasi.
b) Nama bahan aktif dan kadarnya.
c) Jenis fungisida.
d) Konsentrasi, dosis, dan volume semprot.
e) Jenis komoditi dan OPT.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
Tabel
Hasil Pengamatan
No
|
Gambar
|
Jenis Insektisida
|
Keterangan
|
1
|
|
Aliette 100 CA
|
Nama dagang : Aliette 100 CA
Bahan aktif : Aluminium-etil
fosfat 100 gr/l
Dosis :40-80 ml/pohon
Hama sasaran : Phytophtora palmnivora
|
2
|
|
Glio
|
Bahan Aktif : Gliocadium sp. Trichoderma sp.
Dosis: 100gr / 25kg
pupuk organic. 1 kg bahan / ha
Pengendaliam terhadap
penyakit : Rebah semai (dumping off) oleh Pythium
sp.
|
3
|
|
Furadan 3 GR
|
Bahan aktif
: Karbofuran 3%
Hama sasaran
: Penggerek batang pada tanaman padi
Dosis : Padi
gogo 17 kg/ha
Kapas 60-75
kg/ ha
|
4
|
|
Decis
|
Bahan aktif :
Delfametrin 25gr/l
Hama : Ulat grayak pada
tanaman bawang merah dan Hama
trips pada tanaman cabai
Dosis
: pada bawang merah yaitu0.5- 1 bil/t,
cabai 0.1875-0.375 ml/t
|
5
|
|
Proclaim 5 SG
|
Bahan aktif : Emamektin benzoate
5%
Hama : Untuk mengendalikan hama pada tanaman bawang
merah dan cabai.
Dosis : 1-2 gr/10L larutan
|
6
|
|
Pestisida Nabati
|
Bahan : Sirsak,
jeringan, gadung racun
Hama : Wereng coklat, ulat
grayak, ulat jengkal, ulat daun, belalang, trips, aphis dan lain lain
Dosis : 1 liter
dicampur dengan 15 liter air
|
7
|
|
Carbavin
|
Bahan aktif : Karbavil 85%
Hama :
mengendalikan hama ulat daun dan hama wereng coklat pada tanaman padi
Dosis : 2-4 gr/liter
|
8
|
|
Ambush
|
Bahan aktif : Parmetrin
20gr/liter
Hama : Penghisap buah pada
tanaman kakao Penggerek buah pada tanaman kapas
Dosis
: 0,5-1 ml/l untuk tanaman kakao 10ml/l untuk tanaman kapas
|
9
|
|
Trigard 75 WP
|
Bahan aktif : Siromazin
75%
Hama
: untuk menanggulangi hama Penggorok daun
Dosis
: 0,15 - 0,30 gr/l
|
10
|
|
Cascade
|
Bahan aktif :
Flufenoksuron 50 gr/l
Hama : Ulat
grayak pada tanaman bawang merah dan Ulat grayak pada tanaman kedelai
Dosis :1 – 2
ml/l untuk bawang merah 0,75 – 1,5 ml/l
|
11
|
|
Sevin 85 S
|
Bahan
aktif : Karbaril 85%
Hama
: Belalang, ulat grayak pada tanaman jagung dan Perusak daun pada tanaman
kacang tanah serta Penggulung daun pada tanaman kedelai
Dosis
: 1,5 kg/ha untuk jagung
1 – 1,5 kg/ha untuk kacang tanah
1 – 2 kg untuk kedelai
|
12
|
|
Marshal 25 ST
|
Bahan aktif :
Karbusulfan 25,53%
Hama : Lalat
bibit pada tanaman padi gogo, jagung, dan kedelai.
Dosis : 20
gram/1 kg benih
|
13
|
|
Petrogenol
|
Bahan
aktif : Metil eugenol 800 g/l
Hama
: untuk mengendalikan hama lalat buah pada tanaman mangga dan cabai.
Dosis
: 0,125 – 0,25 ml/l:
|
14
|
|
Arrivo
30
|
Bahan
aktif : Sipermetrin 30 gr/l
Hama
: ulat grayak pada tanaman bawang merah dan Penggerek batang pada tanaman
jagung
Dosis
: 1 -2 ml/l untuk bawang merah 0,5 – 1 ml/l untuk jagung
|
15
|
|
Bactospeine
WP
|
Bahan
aktif : Bacillus thuringiensis Barliner serotype
Hama
: Perusak daun pada tanaman kubis dan Ulat api pada tanaman kelapa sawit
Dosis
:1 gr/liter
|
B. Pembahasan
Berdasarkan fungsi/sasaran penggunaannya, pestisida dapat
dibagi menjadi 7 jenis yaitu :
1. Insektisida
Insektisida adalah pestisida yang digunakan untuk
memberantas serangga seperti belalang, kepik, wereng, dan ulat. Insektisida
juga digunakan untuk memberantas serangga di rumah, perkantoran atau gudang,
seperti nyamuk, kutu busuk, rayap, dan semut. Contoh : basudin, basminon,
tiodan, diklorovinil dimetil fosfat, diazinon, dll.
2. Fungisida
Fungisida adalah pestisida untuk memberantas/mencegah
pertumbuhan jamur/ cendawan seperti bercak daun, karat daun, busuk daun, dan
cacar daun. Contoh : tembaga oksiklorida, tembaga (I) oksida, carbendazim,
organomerkuri, dan natrium dikromat.
3. Bakterisida
Bakterisida adalah pestisida untuk memberantas bakteri
atau virus. Salah satu contoh bakterisida adalah tetramycin yang digunakan
untuk membunuh virus CVPD yang meyerang tanaman jeruk. Umumnya bakteri yang
telah menyerang suatu tanaman sukar diberantas. Pemberian obat biasanya segera
diberikan kepada tanaman lainnya yang masih sehat sesuai dengan dosis tertentu.
4. Rodentisida
Rodentisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas
hama tanaman berupa hewan pengerat seperti tikus. Lazimnya diberikan sebagai
umpan yang sebelumnya dicampur dengan beras atau jagung. Hanya penggunaannya
harus hati-hati, karena dapat mematikan juga hewan ternak yang memakannya.
Contohnya : Warangan.
5. Nematisida
Nematisida adalah pestisida yang digunakan untuk
memberantas hama tanaman berupa nematoda (cacing). Hama jenis ini biasanya
menyerang bagian akar dan umbi tanaman. Nematisida biasanya digunakan pada
perkebunan kopi atau lada. Nematisida bersifat dapat meracuni tanaman, jadi
penggunaannya 3 minggu sebelum musim tanam. Selain memberantas nematoda, obat
ini juga dapat memberantas serangga dan jamur. Dipasaran dikenal dengan nama
DD, Vapam, dan Dazomet.
6. Herbisida
Herbisida adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi
tanaman pengganggu (gulma) seperti alang-alang, rerumputan, eceng gondok, dll.
Contoh ammonium sulfonat dan pentaklorofenol. Herbisida (dari bahasa Inggris
herbicide) adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian
untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil
(gulma). Lahan pertanian
biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun demikian
tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena kompetisi dalam
mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau keluarnya
substansi alelopatik, tumbuhan lain ini tidak diinginkan keberadaannya.
7. Akarisida
Akarisida merupakan yaitu racun yang digunakan untuk
mengendalikan jasad pengganggu yang berupa tunggau. Contoh : Mitac 200 EC, dan
Petracrex 300 EC.
Contoh aplikasi pestisida yaitu:
1. Jenis insektisida adalah Decis 25 EC. Untuk
mengendalikan hama belalang Locusta
migratoria dan lalat bibit Atherigona
sp pada tanaman jagung, hama lalat bibit Agromyza phaseoli pada tanaman kacang hijau, hama penghisap polong Riptotus linearis pada tanaman kedelai.
2. Jenis insektisida adalah Curacron 500 EC. Untuk
mengendalikan hama perusak daun Plusia
chalcites pada tanaman kacang hijau, penggerek batang Chilo auricilius pada tanaman tebu.
3. Jenis insektisida atau nematisida Furadan 3GR. Untuk
membunuh serangga dalam bentuk larva, nematoda bintil akar, dan perusak daun.
Contohnya hama nematoda bintil akar Meloidogyne
sp pada tanaman kentang dan lada, hama ganjur Orseolia oryzae, penggerek batang padi Trypozyza innotata, T.
Incertulas pada komoditas tanaman padi.
4. Jenis insektisida atraktan adalah Petrogenol 800L
untuk pengendalian hama lalat buah Dacus
sp pada tanaman Mangga dan lalat buah Dacus
ferrugineus pada tanaman cabai.
Insektisida dapat pula dibagi menurut jenis aktivitasnya.
Kebanyakan insektisida bersifat racun bilamana bersentuhan langsung atau
tertelan serangga. Namun ada pula jenis lain yang bersifat sebagai repelen
(jenis ini digunakan untuk mencegah serangga yang akan menyerang tanaman),
atraktan (bahan yang dapat menarik serangga, dengan demikian serangga yang
terkumpul akan lebih mudah terbunuh), anti feedan (senyawa ini dapat
menghindarkan dari serangan suatu serangga) dan khemosterilan (yang dapat
menyebabkan kemandulan bagi serangga yang terkena).
Menurut sifat kecepatan meracun, pestisida digolongkan menjadi :
1. Racun kronis : yaitu racun yang bekerjanya sangat lambat sehingga untuk mematikan hama membutuhkan waktu yang sangat lama. Contoh : racun tikus Klerat RMB.
2. Racun akut : adalah racun yang bekerjanya sangat cepat sehingga kematian serangga dapat segera diketahui setelah racun tersebut mengenai tubuhnya. Contoh : Bassa 50 EC, Kiltop 50 EC, Baycarb 50 EC dan lain-lain.
Ditinjau dari cara bekerjanya, pestisida dibagi menjadi :
1. Racun perut
Racun ini terutama digunakan untuk mengendalikan serangga yang mempunyai tipe alat mulut pengunyah (ulat,belalang dan kumbang), namun bahan ini dapat pula digunakan terhadap hama yang menyerang tanaman dengan cara mengisap dan menjilat. Bahan insektisida ini disemprotkan pada bagian yang dimakan serangga sehingga racun tersebut akan tertelan masuk ke dalam usus, dan di sinilah terjadi peracunan dalam jumlah besar.
Ada 4 cara aplikasi racun perut terhadap serangga :
a. Insektisida diaplikasikan pada makanan alami serangga sehingga bahan tersebut termakan oleh serangga sasaran. Bahan makanan itu dapat berupa daun, bulu-bulu/rambut binatang. Dalam aplikasinya, bahan-bahan makanan serangga harus tertutup rata oleh racun pada dosis lethal sehingga hama yang makan dapat mati.
b. Insektisida dicampur dengan bahan atraktan dan umpan itu ditempatkan pada suatu lokasi yang mudah ditemukan serangga.
c. Insektisida ditaburkan sepanjang jalan yang bisa dilalui hama. Selagi hama itu lewat biasanya antene dan kaki akan bersentuhan dengan insektisida atau bahkan insektisida itu tertelan. Akibatnya hama mati.
d. Insektisida diformulasikan dalam bentuk sistemik, dan racun ini diserap oleh tanaman atau tubuh binatang piaraan kemudian tersebar ke seluruh bagian tanaman atau badan sehingga apabila serngga hama tersebut mengisap cairan tanaman atau cairan dari tubuh binatang (terutama hama yang mempunyai tipe mulut pengisap, misal Aphis) dan bila dosis yang diserap mencapai dosis lethal maka serangga akan mati.
2. Racun kontak
Insektisida ini masuk ke dalam tubuh serangga melalui permukaan tubuhnya khususnya bagian kutikula yang tipis, misal pada bagian daerah perhubungan antara segmen, lekukan-lekukan yang terbentuk dari lempengan tubuh, pada bagian pangkal rambut dan pada saluran pernafasan (spirakulum). Racun kontak itu dapat diaplikasikan langsung tertuju pada jasad sasaran atau pada permukaan tanaman atau pada tempat-tempat tertentu yang biasa dikunjungi serangga. Racun kontak mungkin diformulasikan sebagai cairan semprot atau sebagai serbuk. Racun kontak yang telah melekat pada serangga akan segera masuk ke dalam tubuh dan disinilah mulai terjadi peracunan.
Yang digolongkan sebagai insektisida kontak adalah :
a. Bahan kimia yang berasal dari kestrak tanamaan, seperti misalnya nikotin, rotenon, pirethrum.
b. Senyawa sintesis organik, misal BHC, DDT, Chlordan, Toxaphene, Phosphat organik.
c. Minyak dan sabun.
d. Senyawa anorganik seperti misalnya Sulfur dan Sulfur kapur.
3. Racun pernafasan
Bahan insektisida ini biasanya bersifat mudah menguap sehingga masuk ke dalam tubuh serangga dalam bentuk gas. Bagian tubuh yang dilalui adalah organ-organ pernafasan seperti misalnya spirakulum. Oleh karena bahan tersebut mudah menguap maka insektisida ini juga berbahaya bagi manusia dan binatang piaraan. Racun pernafasan bekerja dengan cara menghalangi terjadinya respirasi tingkat selulair dalam tubuh serangga dan bahan ini sering dapat menyebabkan tidak aktifnya enzim-enzim tertentu. Contoh racun nafas adalah : Hidrogen cyanida dan Carbon monoksida.
4. Racun Syaraf
Insektisida ini bekerja dengan cara menghalangi terjadinya transfer asetikholin estrase yang mempunyai peranan penting dalam penyampaian impul. Racun syaraf yang biasa digunakan sebagai insektisida adalah senyawa organo klorin, lindan, carbontetraclorida, ethylene diclorida : insektisida-insektisida botanis asli seperti misalnya pirethin, nikotin, senyawa organofosfat (parathion dan dimethoat) dan senyawa karbanat (methomil, aldicarb dan carbaryl).
5. Racun Protoplasmik
Racun ini bekerja terutama dengan cara merusak protein dalam sel serangga. Kerja racun ini sering terjadi di dalam usus tengah pada saluran pencernaan.Golongan insektisida yang termasuk jenis ini adalah fluorida, senyawa arsen, borat, asam mineral dan asam lemak, nitrofenol, nitrocresol, dan logam-logam berat (air raksa dan tembaga).
6. Racun penghambat khitin
Racun ini bekerja dengan cara menghambat terbentuknya khitin. Insektisida yang termasuk jenis ini biasanya bekerja secara spesifik, artinya senyawa ini mempunyai daya racun hanya terhadap jenis serangga tertentu. Contoh : Applaud 10 WP terhadap wereng coklat.
7. Racun sistemik
Insektisida ini bekerja bilamana telah terserap tanaman melalui akar, batang maupun daun, kemudian bahan-bahan aktifnya ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman sehingga bilamana serangga mengisap cairan atau memakan bagian tersebut akan teracun. Pestisida adalah merupakan racun, baik bagi hama maupun tanaman yang disemprot. Mempunyai efek sebagai racun tanaman apabila jumlah yang disemprotkan tidak sesuai dengan aturan dan berlebihan (overdosis), karena keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya kebakarn tanaman. Untuk memperoleh hasil pengendalian yang memadai namun pertumbuhan tanaman tidak terganggu, pemakaian pestisida hendaknya memperhatikan kesesuaiannya, baik tepat jenis, tepat waktu maupun tepat ukuran (dosis dan konsentrasi).
Dosis adalah banyaknya pestisida yang digunakan untuk mengendalikan hama secara memadai pada lahan seluas 1 ha. Konsentrasi adalah banyaknya pestisida yang dilarutkan dalam satu liter air. Hama adalah hewan yang merusak tanaman (akar, batang, daun, bunga dan buah) sehingga akibat kerusakan tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik sehingga hasilnya rendah. Penyakit adalah berupa jamur/bakteri/virus/nematoda yang merusak tanaman (akar, batang, daun, bunga dan buah) sehingga akibat kerusakan tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik, sehingga hasilnya rendah. Beda antara hama dengan penyakit adalah tampak serangan oleh hama menyebabkan kerusakan kehilangan sebagian dari bagian tanaman sedangkan gejala penyakit adalah sistemik sehingga fungsi fisiologi tanaman menjadi terganggu biasanya ditunjukkan adanya perubahan bentuk dan/atau warna tanaman. Hama dan penyakit perlu diberantas/dikendalikan agar tidak merugikan tanaman secara ekonomis.
Menurut sifat kecepatan meracun, pestisida digolongkan menjadi :
1. Racun kronis : yaitu racun yang bekerjanya sangat lambat sehingga untuk mematikan hama membutuhkan waktu yang sangat lama. Contoh : racun tikus Klerat RMB.
2. Racun akut : adalah racun yang bekerjanya sangat cepat sehingga kematian serangga dapat segera diketahui setelah racun tersebut mengenai tubuhnya. Contoh : Bassa 50 EC, Kiltop 50 EC, Baycarb 50 EC dan lain-lain.
Ditinjau dari cara bekerjanya, pestisida dibagi menjadi :
1. Racun perut
Racun ini terutama digunakan untuk mengendalikan serangga yang mempunyai tipe alat mulut pengunyah (ulat,belalang dan kumbang), namun bahan ini dapat pula digunakan terhadap hama yang menyerang tanaman dengan cara mengisap dan menjilat. Bahan insektisida ini disemprotkan pada bagian yang dimakan serangga sehingga racun tersebut akan tertelan masuk ke dalam usus, dan di sinilah terjadi peracunan dalam jumlah besar.
Ada 4 cara aplikasi racun perut terhadap serangga :
a. Insektisida diaplikasikan pada makanan alami serangga sehingga bahan tersebut termakan oleh serangga sasaran. Bahan makanan itu dapat berupa daun, bulu-bulu/rambut binatang. Dalam aplikasinya, bahan-bahan makanan serangga harus tertutup rata oleh racun pada dosis lethal sehingga hama yang makan dapat mati.
b. Insektisida dicampur dengan bahan atraktan dan umpan itu ditempatkan pada suatu lokasi yang mudah ditemukan serangga.
c. Insektisida ditaburkan sepanjang jalan yang bisa dilalui hama. Selagi hama itu lewat biasanya antene dan kaki akan bersentuhan dengan insektisida atau bahkan insektisida itu tertelan. Akibatnya hama mati.
d. Insektisida diformulasikan dalam bentuk sistemik, dan racun ini diserap oleh tanaman atau tubuh binatang piaraan kemudian tersebar ke seluruh bagian tanaman atau badan sehingga apabila serngga hama tersebut mengisap cairan tanaman atau cairan dari tubuh binatang (terutama hama yang mempunyai tipe mulut pengisap, misal Aphis) dan bila dosis yang diserap mencapai dosis lethal maka serangga akan mati.
2. Racun kontak
Insektisida ini masuk ke dalam tubuh serangga melalui permukaan tubuhnya khususnya bagian kutikula yang tipis, misal pada bagian daerah perhubungan antara segmen, lekukan-lekukan yang terbentuk dari lempengan tubuh, pada bagian pangkal rambut dan pada saluran pernafasan (spirakulum). Racun kontak itu dapat diaplikasikan langsung tertuju pada jasad sasaran atau pada permukaan tanaman atau pada tempat-tempat tertentu yang biasa dikunjungi serangga. Racun kontak mungkin diformulasikan sebagai cairan semprot atau sebagai serbuk. Racun kontak yang telah melekat pada serangga akan segera masuk ke dalam tubuh dan disinilah mulai terjadi peracunan.
Yang digolongkan sebagai insektisida kontak adalah :
a. Bahan kimia yang berasal dari kestrak tanamaan, seperti misalnya nikotin, rotenon, pirethrum.
b. Senyawa sintesis organik, misal BHC, DDT, Chlordan, Toxaphene, Phosphat organik.
c. Minyak dan sabun.
d. Senyawa anorganik seperti misalnya Sulfur dan Sulfur kapur.
3. Racun pernafasan
Bahan insektisida ini biasanya bersifat mudah menguap sehingga masuk ke dalam tubuh serangga dalam bentuk gas. Bagian tubuh yang dilalui adalah organ-organ pernafasan seperti misalnya spirakulum. Oleh karena bahan tersebut mudah menguap maka insektisida ini juga berbahaya bagi manusia dan binatang piaraan. Racun pernafasan bekerja dengan cara menghalangi terjadinya respirasi tingkat selulair dalam tubuh serangga dan bahan ini sering dapat menyebabkan tidak aktifnya enzim-enzim tertentu. Contoh racun nafas adalah : Hidrogen cyanida dan Carbon monoksida.
4. Racun Syaraf
Insektisida ini bekerja dengan cara menghalangi terjadinya transfer asetikholin estrase yang mempunyai peranan penting dalam penyampaian impul. Racun syaraf yang biasa digunakan sebagai insektisida adalah senyawa organo klorin, lindan, carbontetraclorida, ethylene diclorida : insektisida-insektisida botanis asli seperti misalnya pirethin, nikotin, senyawa organofosfat (parathion dan dimethoat) dan senyawa karbanat (methomil, aldicarb dan carbaryl).
5. Racun Protoplasmik
Racun ini bekerja terutama dengan cara merusak protein dalam sel serangga. Kerja racun ini sering terjadi di dalam usus tengah pada saluran pencernaan.Golongan insektisida yang termasuk jenis ini adalah fluorida, senyawa arsen, borat, asam mineral dan asam lemak, nitrofenol, nitrocresol, dan logam-logam berat (air raksa dan tembaga).
6. Racun penghambat khitin
Racun ini bekerja dengan cara menghambat terbentuknya khitin. Insektisida yang termasuk jenis ini biasanya bekerja secara spesifik, artinya senyawa ini mempunyai daya racun hanya terhadap jenis serangga tertentu. Contoh : Applaud 10 WP terhadap wereng coklat.
7. Racun sistemik
Insektisida ini bekerja bilamana telah terserap tanaman melalui akar, batang maupun daun, kemudian bahan-bahan aktifnya ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman sehingga bilamana serangga mengisap cairan atau memakan bagian tersebut akan teracun. Pestisida adalah merupakan racun, baik bagi hama maupun tanaman yang disemprot. Mempunyai efek sebagai racun tanaman apabila jumlah yang disemprotkan tidak sesuai dengan aturan dan berlebihan (overdosis), karena keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya kebakarn tanaman. Untuk memperoleh hasil pengendalian yang memadai namun pertumbuhan tanaman tidak terganggu, pemakaian pestisida hendaknya memperhatikan kesesuaiannya, baik tepat jenis, tepat waktu maupun tepat ukuran (dosis dan konsentrasi).
Dosis adalah banyaknya pestisida yang digunakan untuk mengendalikan hama secara memadai pada lahan seluas 1 ha. Konsentrasi adalah banyaknya pestisida yang dilarutkan dalam satu liter air. Hama adalah hewan yang merusak tanaman (akar, batang, daun, bunga dan buah) sehingga akibat kerusakan tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik sehingga hasilnya rendah. Penyakit adalah berupa jamur/bakteri/virus/nematoda yang merusak tanaman (akar, batang, daun, bunga dan buah) sehingga akibat kerusakan tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik, sehingga hasilnya rendah. Beda antara hama dengan penyakit adalah tampak serangan oleh hama menyebabkan kerusakan kehilangan sebagian dari bagian tanaman sedangkan gejala penyakit adalah sistemik sehingga fungsi fisiologi tanaman menjadi terganggu biasanya ditunjukkan adanya perubahan bentuk dan/atau warna tanaman. Hama dan penyakit perlu diberantas/dikendalikan agar tidak merugikan tanaman secara ekonomis.
Dampak Negatif
Pestisida Pertanian
Memang
kita akui, pestisida banyak memberi manfaat dan keuntungan. Diantaranya, cepat
menurunkan populasi jasad penganggu tanaman dengan periode pengendalian yang
lebih panjang, mudah dan praktis cara penggunaannya, mudah diproduksi secara
besar-besaran serta mudah diangkut dan disimpan. Manfaat yang
lain, secara ekonomi penggunaan pestisida relatif
menguntungkan. Namun, bukan berarti penggunaan pestisida tidak menimbulkan
dampak buruk.
Akhir-akhir
ini disadari bahwa pemakaian pestisida, khususnya pestisida sintetis ibarat
pisau bermata dua. Dibalik manfaatnya yang besar bagi peningkatan produksi
pertanian, terselubung bahaya yang mengerikan. Tak bisa dipungkiri,
bahaya pestisida semakin nyata dirasakan masyarakat, terlebih akibat
penggunaan pestisida yang tidak bijaksana. Kerugian berupa timbulnya dampak
buruk penggunaan pestisida, dapat dikelompokkan atas 3 bagian : (1). Pestisida
berpengaruh negatip terhadap kesehatan manusia, (2). Pestisida berpengaruh
buruk terhadap kualitas lingkungan, dan (3). Pestisida meningkatkan
perkembangan populasi jasad penganggu tanaman.
Pengaruh Negatif
Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia
Pestisida
secara harfiah berarti pembunuh hama, berasal dari
kata pest dan sida. Pestmeliputi hama penyakit
secara luas, sedangkan sida berasal dari kata “caedo” yang
berarti membunuh. Pada umumnya pestisida, terutama pestisida sintesis adalah
biosida yang tidak saja bersifat racun terhadap jasad pengganggu sasaran.
Tetapi juga dapat bersifat racun terhadap manusia dan jasad
bukan target termasuk tanaman, ternak dan organisma berguna
lainnya.
Apabila
penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan perawatan
kesehatan, orang yang sering berhubungan dengan pestisida, secara lambat laun
akan mempengaruhi kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada
saat pestisida itu digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah
melakukan penyemprotan.
Kecelakaan akibat
pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami oleh orang yang
langsung melaksanakan penyemprotan. Mereka dapat mengalami
pusing-pusing ketika sedang menyemprot maupun sesudahnya, atau muntah-muntah,
mulas, mata berair, kulit terasa gatal-gatal dan menjadi luka,
kejang-kejang, pingsan, dan tidak sedikit kasus berakhir dengan kematian.
Kejadian tersebut umumnya disebabkan kurangnya perhatian atas keselamatan kerja dan
kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun.
Kadang-kadang
para petani atau pekerja perkebunan, kurang menyadari daya racun pestisida,
sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak memperhatikan
segi-segi keselamatan. Pestisida sering ditempatkan sembarangan, dan saat
menyemprot sering tidak menggunakan pelindung, misalnya tanpa kaos tangan dari
plastik, tanpa baju lengan panjang, dan tidak mengenakan masker penutup mulut
dan hidung. Juga cara penyemprotannya sering tidak memperhatikan arah angin,
sehingga cairan semprot mengenai tubuhnya. Bahkan kadang-kadang wadah tempat
pestisida digunakan sebagai tempat minum, atau dibuang di sembarang
tempat. Kecerobohan yang lain, penggunaan dosis aplikasi
sering tidak sesuai anjuran. Dosis dan konsentrasi yang dipakai kadang-kadang
ditingkatkan hingga melampaui batas yang disarankan, dengan alasan dosis yang
rendah tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman.
Secara
tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak melalui
mulut, kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun
tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang
mendadak dan mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang menderita keracunan
kronis, ketahuan setelah selang waktu yang lama, setelah berbulan
atau bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti,
karena efek racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan
kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang
akan datang), dan teratogenic(kelahiran anak cacad dari ibu yang
keracunan).
Pestisida
dalam bentuk gas merupakan pestisida yang paling berbahaya bagi pernafasan,
sedangkan yang berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit, karena
dapat masuk ke dalam jaringan tubuh melalui ruang pori kulit.
Menurut World Health Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun,
mati akibat keracunan pestisida. Diperkirakan 5.000 – 10.000 orang per tahun
mengalami dampak yang sangat fatal, seperti mengalami penyakit kanker, cacat
tubuh, kemandulan dan penyakit liver. Tragedi Bhopal di India pada bulan
Desember 1984 merupakan peringatan keras untuk produksi pestisida sintesis.
Saat itu, bahan kimia metil isosianat telah bocor dari pabrik Union Carbide
yang memproduksi pestisida sintesis (Sevin). Tragedi itu menewaskan lebih dari
2.000 orang dan mengakibatkan lebih dari 50.000 orang dirawat akibat keracunan.
Kejadian ini merupakan musibah terburuk dalam sejarah produksi pestisida
sintesis.
Selain keracunan
langsung, dampak negatif pestisida bisa mempengaruhi kesehatan orang
awam yang bukan petani, atau orang yang sama sekali tidak berhubungan dengan
pestisida. Kemungkinan ini bisa terjadi akibat sisa racun
(residu) pestisida yang ada didalam tanaman atau bagian
tanaman yang dikonsumsi manusia sebagai bahan makanan. Konsumen yang
mengkonsumsi produk tersebut, tanpa sadar telah kemasukan racun pestisida
melalui hidangan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Apabila jenis
pestisida mempunyai residu terlalu tinggi pada tanaman, maka akan membahayakan
manusia atau ternak yang mengkonsumsi tanaman tersebut. Makin tinggi
residu, makin berbahaya bagi konsumen.
Dewasa
ini, residu pestisida di dalam makanan dan lingkungan semakin menakutkan
manusia. Masalah residu ini, terutama terdapat pada tanaman
sayur-sayuran seperti kubis, tomat, petsai, bawang, cabai, anggur dan
lain-lainnya. Sebab jenis-jenis tersebut umumnya disemprot secara rutin dengan
frekuensi penyemprotan yang tinggi, bisa sepuluh sampai lima belas kali dalam
semusim. Bahkan beberapa hari menjelang panenpun, masih dilakukan aplikasi
pestisida. Publikasi ilmiah pernah melaporkan dalam jaringan
tubuh bayi yang dilahirkan seorang Ibu yang secara rutin
mengkonsumsi sayuran yang disemprot pestisida, terdapat kelainan genetik yang
berpotensi menyebabkan bayi tersebut cacat tubuh sekaligus cacat
mental.
Belakangan
ini, masalah residu pestisida pada produk pertanian dijadikan pertimbangan
untuk diterima atau ditolak negara importir. Negara maju umumnya tidak
mentolerir adanya residu pestisida pada bahan makanan yang masuk ke negaranya.
Belakangan ini produk pertanian Indonesia sering ditolak di luar negeri karena
residu pestisida yang berlebihan. Media massa pernah memberitakan, ekspor cabai
Indonesia ke Singapura tidak dapat diterima dan akhirnya dimusnahkan karena
residu pestisida yang melebihi ambang batas. Demikian juga pruduksi sayur mayur
dari Sumatera Utara, pada tahun 80-an masih diterima pasar luar
negeri. Tetapi kurun waktu belakangan ini, seiring dengan
perkembangan kesadaran peningkatan kesehatan, sayur mayur dari Sumatera Utara
ditolak konsumen luar negeri, dengan alasan kandungan residu pestisida
yang tidak dapat ditoleransi karena melampaui ambang batas..
Pestisida Berpengaruh Buruk Terhadap
Kualitas Lingkungan
Masalah
yang banyak diprihatinkan dalam pelaksanaan program pembangunan yang berwawasan
lingkungan adalah masalah pencemaran yang diakibatkan penggunaan pestisida di
bidang pertanian, kehutanan, pemukiman, maupun di sektor kesehatan.
Pencemaran pestisida terjadi karena adanya residu yang tertinggal di lingkungan
fisik dan biotis disekitar kita. Sehingga akan menyebabkan kualitas lingkungan
hidup manusia semakin menurun.
Pestisida
sebagai bahan beracun, termasuk bahan pencemar yang berbahaya bagi lingkungan
dan kesehatan manusia. Pencemaran dapat terjadi karena pestisida menyebar
melalui angin, melalui aliran air dan terbawa melalui tubuh organisme yang
dikenainya. Residu pestisida sintesis sangat sulit terurai secara alami. Bahkan
untuk beberapa jenis pestisida, residunya dapat bertahan hingga puluhan tahun.
Dari beberapa hasil monitoring residu yang dilaksanakan, diketahui
bahwa saat ini residu pestisida hampir ditemukan di setiap tempat lingkungan
sekitar kita. Kondisi ini secara tidak langsung dapat menyebabkan pengaruh
negatif terhadap organisma bukan sasaran. Oleh karena sifatnya yang
beracun serta relatif persisten di lingkungan, maka residu yang ditinggalkan
pada lingkungan menjadi masalah.
Residu
pestisida telah diketemukan di dalam tanah, ada di air minum, air sungai, air
sumur, maupun di udara. Dan yang paling berbahaya racun pestisida kemungkinan
terdapat di dalam makanan yang kita konsumsi sehari-hari, seperti sayuran dan
buah-buahan.
Di
dalam air, partikel pestisida tersebut akan diserap
oleh mikroplankton-mikroplankton. Oleh karena pestisida itu persisten,
maka konsentrasinya di dalam tubuh mikroplankton akan meningkat
sampai puluhan kali dibanding dengan pestisida yang mengambang di dalam
air.Mikroplankton-mikroplankton tersebut kelak akan
dimakan zooplankton. Dengan demikian pestisida tadi ikut termakan. Karena
sifat persistensi yang dimiliki pestisida, menyebabkan konsentrasi di dalam
tubuh zooplankton meningkat lagi hingga puluhan mungkin ratusan kali
dibanding dengan yang ada di dalam air. Bila zooplankton
zooplankton tersebut dimakan oleh ikan-ikan kecil, konsentarsi pestisida
di dalam tubuh ikan-ikan tersebut lebih meningkat lagi. Demikian
pula konsentrasi pestisida di dalam tubuh ikan besar yang memakan
ikan kecil tersebut. Rantai konsumen yang terakhir yaitu manusia yang
mengkonsumsi ikan besar, akan menerima konsentrasi tertinggi dari
pestisida tersebut.
Kasus
pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida dampaknya tidak segera dapat
dilihat. Sehingga sering kali diabaikan dan terkadang dianggap sebagai akibat
sampingan yang tak dapat dihindari. Akibat pencemaran lingkungan terhadap
organisma biosfer, dapat mengakibatkan kematian dan menciptakan hilangnya
spesies tertentu yang bukan jasad sasaran. Sedangkan kehilangan satu spesies
dari muka bumi dapat menimbulkan akibat negatif jangka panjang yang tidak dapat
diperbaharui. Seringkali yang langsung terbunuh oleh penggunaan pestisida
adalah spesies serangga yang menguntungkan seperti lebah, musuh alami hama, invertebrata,
dan bangsa burung.
Akibat
efek racun pestisida, biasanya 2 – 3 hari setelah bertanam
serangga-seranggaGryllotalpidae yang bermaksud memakan kecambah dari
dalam tanah, mengalami mati
massal dan menggeletak diatas permukaan tanah. Bangkai
serangga ini tentu saja menjadi makanan yang empuk bagi
burung-burung Anduhur Bolon, tetapi sekaligus mematikan spesies
burung pengendali alami tersebut.
Belakangan
ini, penggunaan pestisida memang sudah diatur dan dikendalikan.
Bahkan pemerintah melarang peredaran jenis pestisida tertentu yang berpotensi
menimbulkan dampak buruk. Tetapi sebahagian sudah terlanjur. Telah banyak
terjadi degradasi lingkungan berupa kerusakan ekosistem, akibat penggunaan
pestisida yang tidak bijaksana. Salah satu contohnya adalah hilangnya populasi
spesies predator hama, seperti yang dikemukakan diatas.
Pestisida
Meningkatkan Perkembangan Populasi Jasad Penganggu Tanaman
Tujuan
penggunaan pestisida adalah untuk mengurangi populasi hama.
Akan tetapi dalam kenyataannya, sebaliknya malahan sering
meningkatkan populasi jasad pengganggu tanaman, sehingga tujuan penyelamatan
kerusakan tidak tercapai. Hal ini sering terjadi, karena kurang pengetahuan dan
perhitungan tentang dampak penggunaan pestisida. Ada beberapa penjelasan ilmiah
yang dapat dikemukakan mengapa pestisida menjadi tidak efektif, dan malahan
sebaliknya bisa meningkatkan perkembangan populasi jasad pengganggu tanaman.
Berikut
ini diuraikan tiga dampak buruk penggunaan pestisida, khususnya yang
mempengaruhi peningkatan perkembangan populasi hama.
1. Munculnya
Ketahanan (Resistensi) Hama Terhadap Pestisida
Timbulnya
ketahanan hama terhadap pemberian pestisida yang terus menerus, merupakan
fenomena dan konsekuensi ekologis yang umum dan logis.
Munculnya
resistensi adalah sebagai reaksi evolusi menghadapi suatu tekanan (strees).
Karena hama terus menerus mendapat tekanan oleh pestisida, maka melalui proses
seleksi alami, spesies hama mampu membentuk strain baru yang lebih
tahan terhadap pestisida tertentu yang digunakan petani. Pada tahun 1947, dua
tahun setelah penggunaan pestisida DDT, diketahui
muncul strain serangga yang resisten terhadap DDT. Saat
ini, telah didata lebih dari 500 spesies serangga hama telah
resisten terhadap berbagai jenis kelompok insektisida.
Mekanisme
timbulnya resistensi hama dapat dijelaskan sebagai berikut. Apabila suatu
populasi hama yang terdiri dari banyak individu, dikenakan pada suatu tekanan
lingkungan, misalnya penyemprotan bahan kimia beracun, maka sebagian besar
individu populasi tersebut akan mati terbunuh. Tetapi dari sekian banyak
individu, ada satu atau beberapa individu yang mampu bertahan hidup.
Tidak terbunuhnya individu yang bertahan tersebut, mungkin
disebabkan terhindar dari efek racun pestisida, atau
sebahagian karena sifat genetik yang dimilikinya. Ketahanan secara genetik ini,
mungkin disebabkan kemampuan memproduksi enzim detoksifikasi yang
mampu menetralkan daya racun pestisida. Keturunan individu tahan ini, akan
menghasilkan populasi yang juga tahan secara genetis. Oleh karena
itu, pada generasi berikutnya anggota populasi akan terdiri dari lebih banyak
individu yang tahan terhadap pestisida. Sehingga muncul populasi hama yang
benar-benar resisten.
Dari
penelaahan sifat-sifat hama, hampir setiap individu memiliki potensi untuk
menjadi tahan terhadap pestisida. Hanya saja, waktu dan besarnya ketahanan
tersebut bervariasi, dipengaruhi oleh jenis hama, jenis pestisida yang
diberikan, intensitas pemberian pestisida dan faktor-faktor lingkungan lainnya.
Oleh karena sifat resistensi dikendalikan oleh faktor genetis, maka fenomena
resistensi adalah permanent, dan tidak dapat kembali lagi. Bila sesuatu jenis
serangga telah menunjukkan sifat ketahanan dalam waktu yang cukup lama,
serangga tersebut tidak akan pernah berubah kembali lagi menjadi serangga yang
peka terhadap pestisida.
Di
Indonesia, beberapa jenis-jenis hama yang diketahui resisten terhadap pestisida
antara lain hama Kubis Plutella xylostella, hama Kubis Crocidolomia
pavonana, hama penggerek umbi Kentang Phthorimaea operculella, dan Ulat
Grayak Spodoptera litura. Demikian juga hama hama-hama tanaman padi
seperti wereng coklat (Nilaparvata lugens), hama walang
sangit (Nephotettix inticeps) dan ulat penggerek batang (Chilo
suppressalis). dilaporkan mengalami peningkatan ketahanan terhadap
pestisida. Dengan semakin tahannya hama terhadap pestisida, petani terdorong
untuk semakin sering melakukan penyemprotan dan sekaligus melipat gandakan
tinggkat dosis. Penggunaan pestisida yang berlebihan ini dapat menstimulasi peningkatan
populasi hama.
Ketahanan
terhadap pestisida tidak hanya berkembang pada serangga atau binatang
arthropoda lainnya, tetapi juga saat ini telah banyak kasus timbulnya ketahanan
pada pathogen/penyakit tanaman terhadap fungisida, ketahanan gulma terhadap
herbisida dan ketahanan nematode terhadap nematisida.
2. Resurgensi
Hama
Peristiwa
resurgensi hama terjadi apabila setelah diperlakukan aplikasi pestisida,
populasi hama menurun dengan cepat dan secara tiba-tiba justru
meningkat lebih tinggi dari jenjang polulasi sebelumnya. Resurgensi sangat
mengurangi efektivitas dan efesiensi pengendalian dengan pestisida.
Resurjensi
hama terjadi karena pestisida, sebagai racun yang berspektrum luas, juga
membunuh musuh alami. Musuh alami yang terhindar dan bertahan terhadap
penyemprotan pestisida, sering kali mati kelaparan karena populasi
mangsa untuk sementara waktu terlalu sedikit, sehingga tidak tersedia makanan
dalam jumlah cukup. Kondisi demikian terkadang menyebabkan musuh alami
beremigrasi untuk mempertahankan hidup. Disisi lain, serangga hama akan berada
pada kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Sumber makanan tersedia dalam
jumlah cukup dan pengendali alami sebagai pembatas pertumbuhan populasi menjadi
tidak berfungsi. Akibatnya populasi hama meningkat tajam segera
setelah penyemprotan.
Resurgensi
hama, selain disebabkan karena terbunuhnya musuh alami, ternyata
dari penelitian lima tahun terakhir dibuktikan bahwa
ada jenis-jenis pestisida tertentu yang memacu peningkatan telur serangga hama
. Hasil ini telah dibuktikan International Rice Research Institute terhadap
hama Wereng Coklat (Nilaparvata lugens).
3. Ledakan
Populasi Hama Sekunder
Dalam
ekosistem pertanian, diketahui terdapat beberapa hama utama dan
banyak hama-hama kedua atau hama sekunder. Umumnya tujuan penggunaan pestisida
adalah untuk mengendalikan hama utama yang paling merusak. Peristiwa ledakan
hama sekunder terjadi, apabila setelah perlakuan pestisida menghasilkan
penurunan populasi hama utama, tetapi kemudian terjadi peningkatan populasi
pada spesies yang sebelumnya bukan hama utama, sampai tingkat yang
merusak. Ledakan ini seringkali disebabkan oleh terbunuhnya musuh alami, akibat
penggunaan pestisida yang berspektrum luas. Pestisida tersebut tidak hanya
membunuh hama utama yang menjadi sasaran, tetapi juga membunuh serangga
berguna, yang dalam keadaan normal secara alamiah efektif mengendalikan
populasi hama sekunder.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil pengamatan dan pembahasan serta percobaan yang telah dilakukan, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1). Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk
mengendalikan, menolak,
memikat, atau
membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest
("hama") yang diberi akhiran -cide ("pembasmi").
Sasarannya bermacam-
macam, seperti
serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia
yang dianggap
mengganggu.
2). Penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk
memberantas atau membunuh
hama, namun lebih
dititik beratkan untuk mengendalikan hama sedemikian
rupa hingga
berada dibawah batas ambang ekonomi atau ambang kendali.
3).Untuk
menanggulangi organisme pengganggu tanaman, masih terdapat
teknologi lain yang dapat diterapkan, yang relative tidak
berdampak negatif bagi manusia demikian juga bagi lingkungan hidup.
4).
Pestisida seharusnya tidak lagi “didewakan” sebagai satu-satunya teknologi
penyelamat produksi. Melainkan disarankan digunakan hanya bila perlu saja
sebagai alternatif terakhir. Sedapat mungkin penggunaanya diupayakan
dengan bijaksana.
5). Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dibagi menjadi
racun perut, racun kontak,
racun
pernapasan, racun syaraf, racun protoplasmik, racun penghambat khitin,
dan racun
sistemik.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios,
George W. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Mujim, Subli.
2007. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan
(Buku Ajar).
Universitas Lampung: Bandar Lampung.
Miller, 2004. Ilmu Penyakit Tumbuhan
Edisi Ketiga. Gadjah Mada University
Press: Yogyakarta.
Semangun,
Haryono. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit
Tumbuhan.
Gadjah Mada Univesity Press:
Yogyakarta.
Sutedjo, 2008. Penyakit Tumbuhan Umum.
PT. Gramedia: Jakarta.
LAMPIRAN
No comments:
Post a Comment